Tiba-tiba saja ia berdiri dihadapanku. Memperkenalkan diri entah dari mana. Terus terang, aku melongo ketika orang atau lebih tepatnya mahluk itu ada dihadapanku. Entah kenapa, aku tidak terlalu kaget. Hanya saja, memang muncul rasa heran dan takut. Tubuhku yang sedang berbaring setengah terangkat. Aku menatap bengong melihatnya berdiri di hadapanku. Meski rasa takut menyergapku, aku seakan-akan tidak merasa asing dengan sosok ini. Kayanya pernah kenal, tapi dimana gitu. Dalam beberapa saat aku seperti pikun. Lupa. Tepatnya nggak tau apakah pernah bertemu dengannya atau tidak. Sepertinya aku mengalami dejavu, pikirku.
Cukup lama ia memandangku dengan diam, setelah dia menyebutkan namanya begitu saja. Padahal aku nggak minta diperkenalkan. Boro-boro perkenalan, dia begitu saja mengada, makanya siapa diapun aku nggak ngeh. Izrail katanya. Siapa ya? Rasanya nama itu pernah kudengar dengan baik. Tapi aku lagi-lagi tidak mampu menggali memori dari otakku yang tiba-tiba menjadi beku.
“Namaku Izrail” adalah tulisan singkat yang bercorak populer yang menggambarkan pertemuan imajiner dengan Malaikat Elmaut yang ditakuti yaitu Izrail, berdialog dengannya dengan merujuk pada gambaran tentang malaikat Izrail dari berbagai bacaan yang menjadi sumber-sumber inspirasinya. “Namaku Izrail” bukan dimaksudkan untuk menakut-nakuti pembacanya, namun lebih tepat dikatakan sebagai suatu mawas diri akan keterbatasan manusia terhadap takdirnya yang pasti terjadi yaitu “kematian”, sebagai kehidupan yang sebenarnya. Dengan mengulas gambaran malaikat Izrail yang mengambil debu bumi untuk kemudian dengan tanah lempung Allah menciptakan makhluk yang hidup di sistem tatasurya, gambaran yang ditampilkan bukan sekedar kisah tentang Izrail Sang Malaikat sebagai Pencabut Nyawa yang menyeramkan, namun gambaran yang lebih utuh tentang akibat dari semua akhlak dan perilaku manusia ketika ia hidup sampai akhirnya kematian dapat datang menjemput tanpa diduga, dimana saja, dan kapan saja. Kemudian kondisi demikian diproyeksikan kepada diri sendiri, sudah siapkah kita menghadapinya untuk kemudian mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di dunia?
“Namaku Izrail” adalah tulisan singkat yang bercorak populer yang menggambarkan pertemuan imajiner dengan Malaikat Elmaut yang ditakuti yaitu Izrail, berdialog dengannya dengan merujuk pada gambaran tentang malaikat Izrail dari berbagai bacaan yang menjadi sumber-sumber inspirasinya. “Namaku Izrail” bukan dimaksudkan untuk menakut-nakuti pembacanya, namun lebih tepat dikatakan sebagai suatu mawas diri akan keterbatasan manusia terhadap takdirnya yang pasti terjadi yaitu “kematian”, sebagai kehidupan yang sebenarnya. Dengan mengulas gambaran malaikat Izrail yang mengambil debu bumi untuk kemudian dengan tanah lempung Allah menciptakan makhluk yang hidup di sistem tatasurya, gambaran yang ditampilkan bukan sekedar kisah tentang Izrail Sang Malaikat sebagai Pencabut Nyawa yang menyeramkan, namun gambaran yang lebih utuh tentang akibat dari semua akhlak dan perilaku manusia ketika ia hidup sampai akhirnya kematian dapat datang menjemput tanpa diduga, dimana saja, dan kapan saja. Kemudian kondisi demikian diproyeksikan kepada diri sendiri, sudah siapkah kita menghadapinya untuk kemudian mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di dunia?
0 comments:
Post a Comment