Friday, December 17, 2010

Tuberkulosis (TBC)


Browse » Home » » Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.

Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.

Survei Prevalensi  TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

A. Penyebab Penyakit TBC
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

B. Cara Penularan Penyakit TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Bagan Penyebaan Penyakit TBC
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

C. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
  • Gejala sistemik/umum
    • Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
    • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
    • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
    • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
  • Gejala khusus
    • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
    • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
    • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
    • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
    • Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
D. Penegakan Diagnosis Penyakit TBC

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
  • Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
  • Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
  • Rontgen dada (thorax photo).
  • Uji tuberkulin.
E. Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1.Pembengkakan (Indurasi):0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.
2.Pembengkakan (Indurasi):3–9mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang denganMikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.
3.Pembengkakan (Indurasi):≥ 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya.

Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)

Klasifikasi 0Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi ITidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC
Klasifikasi IITerinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).
Klasifikasi IIISedang menderita TBC
Klasifikasi IVPernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Klasifikasi VDicurigai TBC


F. Pengobatan TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
  • Pencegahan (profilaksis) primer
    • Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
    • INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
    • Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
  • Pencegahan (profilaksis) sekunder
    • Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
    • Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Jenis obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
  • Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
    • Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
  • Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis Obat TBC
ObatDosis harian 
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu 
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH5-15 (maks 300 mg)15-40 (maks. 900 mg)15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin10-20 (maks. 600 mg)10-20 (maks. 600 mg)15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid15-40 (maks. 2 g)50-70 (maks. 4 g)15-30 (maks. 3 g)
Etambutol15-25 (maks. 2,5 g)50 (maks. 2,5 g)15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin15-40 (maks. 1 g)25-40 (maks. 1,5 g)25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa
  • Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
    • Diberikan kepada:
      • Penderita baru TBC paru BTA positif.
      • Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
  • Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
    • Diberikan kepada:
      • Penderita kambuh.
      • Penderita gagal terapi.
      • Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
  • Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
    • Diberikan kepada:
      • Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
      • Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
  • 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
  • 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
  • Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
  • TB tidak berat
    • INH : 5 mg/kgbb/hari
    • Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
  • TB berat (milier dan meningitis TBC)
    • INH : 10 mg/kgbb/hari
    • Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
    • Prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
E. Pertanyaaan-pertanyaan Mengenai Obat TBC

Apakah tanda-tanda bahwa seseorang terkena penyakit TBC?
Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.
Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah berarti menderita TBC?
Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, bisa karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya perdarahan di daerah hidung bagian belakang yang tertelan dan pada saat batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu keras sehingga menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.
TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata berapa lama gejala timbul setelah orang terpapar kuman TBC?
Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu, alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat berbulan-bulan sampai tahunan.
Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok dapat menyebabkan TBC?
Kena udara pagi terus menerus tidak terlalu bermasalah dalam hal penularan TBC, sedangkan merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif akan mempermudah terkena TBC.
Apakah penyakit TBC itu diwariskan secara genetik?
Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.
Mengapa pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama?
Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotika (bakteri TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6 sampai 9 bulan. Walaupun gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus dilakukan sampai tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Kombinasi beberapa obat TBC diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase pertumbuhan yang cepat.
Bagaimana bila penderita TBC tidak mengkonsumsi obat secara teratur?
Hal ini akan menyebabkan tidak tuntasnya penyembuhan, sehingga dikhawatirkan akan timbul resistensi bakteri TBC terhadap antibiotika sehingga pengobatan akan semakin sulit dan mahal.
Bisakah penyakit TBC disembuhkan secara tuntas? Bagaimana caranya?
Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, serta mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC dapat terjangkit kembali?
Dapat, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan seumur hidup. Jadi bila telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular kembali oleh kuman TBC, maka orang tersebut dapat terjangkit kembali.
Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah dapat dikatakan TBC?
Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh TBC. Oleh karena itu perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit TBC atau tidak. Bila tidak ada berarti pernah tertular penyakit TBC tapi karena daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak bergejala. Atau saat ini anak tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya meninggalkan bekasnya saja di paru-paru.
Mungkinkah terkena penyakit TBC bila kita hidup di lingkungan yang bersih?
Kemungkinan kita tertular akan tetap ada, karena kita hidup tidak hanya di lingkungan sekitar rumah kita saja, bisa saja suatu saat kita berada di sekolahan, bioskop, kantor, bus yang belum tentu terbebas dari kuman TBC. Hidup di lingkungan yang bersih memang akan memperkecil risiko terjangkit TBC.
Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang mengidap penyakit TBC?
Biasanya keadaan gizi penderita TBC kurang baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi perkembangan bagi janin dalam kandungan. Ibu hamil tetap harus diberikan terapi dengan obat TBC dengan dosis efektif terendah. Obat TBC yang diminum oleh ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak memberikan efek yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat dipisahkan terlebih dahulu dari ibu selama TBC masih aktif.
Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit TBC?
Bawa pasien ke dokter untuk mendapatkan pengobatan secara teratur, awasi minum obat secara ketat dan beri makanan bergizi. Sirkulasi udara dan sinar matahari di rumah harus baik. Hindarkan kontak dengan percikan batuk penderita, jangan menggunakan alat-alat makan/minum/mandi bersamaan.
Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp