Tuesday, May 10, 2011

Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas)


Browse » Home » » Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas)

Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas)
Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka.  Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen pelindung yang normal pada sistem kekebalan, 

Macam-macam reaksi alergi:
  • Rinitis Alergika Musiman
  • Rinitis Alergika Pereneal
  • Konjungtivitis Alergika
  • Alergi & Intoleransi Makanan (baca disini)
  • Anafilaksis  (baca disini)
  • Kaligata (Urtikaria)
  • Angioedema Herediter
  • Mastositosis
  • Alergi Fisik
  • Reaksi Alergi Akibat Olah Raga. 
A. Penyebab Reaksi Alergi
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil di dalam sirkulasi darah dan sel mast di dalam jaringan. 

Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat kimia yang melukai jaringan di sekitarnya. 
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan.  Kadang istilah penyakit atopik digunakan untuk menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE, seperti rinitis alergika dan asma alergika. 

Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda yang terhirup, seperti serbuk bunga, bulu binatang, partikel debu) yang tidak berbahaya.  Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu penyakit atopik meskipun peran IgE dalam penyakit ini tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang menderita penyakit atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga). 

B. Gejala Reaksi Alergi
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata berair, mata terasa gatal dan kadang bersin.  Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat tertentu atau setelah disengat lebah. 

C. Doagnosa Reaksi Alergi
Setiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama dari diagnosis adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput liar) atau bahan tertentu (misalnya bulu kucing, obat atau makanan). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata, terhirup, termakan atau disuntikkan, alergen bisa menyebabkan reaksi alergi 

Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan dengan alergi dan menentukan alergen penyebabnya. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan banyak eosinofil (sejenis sel darah putih yang seringkali meningkat selama terjadinya reaksi alergi). Tes RAS (radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk alergen individual. Hal ini bisa membantu mendiagnosis reaksi alerki kulit, rinitis alergika musiman atau asma alergika. 

Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebab terjadinya reaksi alergi. Larutan encer yang terbuat dari saripati pohon, rumput, rumput liar, serbuk tanaman, debu, bulu binatang, racun serangga, makanan dan beberapa jenis obat secara terpisah disuntikkan pada kulit dalam jumlah yang sangat kecil. Jika terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan tersebut, maka pada tempat penyuntikkan akan terbentuk bentol (pembengkakan seperti kaligata yang sekelilingnya merah) dalam waktu 15-20 menit. 

Jika tes kulit tidak dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka bisa digunakan tes RAS. Kedua tes ini sangat spesifik dan akurat, tetapi tes kulit biasanya sedikit lebih akurat dan lebih murah serta hasilnya bisa diperoleh dengan segera. 

D. Pengobatan Reaksi Alergi
Menghindari alergen adalah lebih baik daripada mencoba untuk mengobati suatu reaksi alergi. Dengan menghindari alergen, maka penderita tidak perlu: 
  • mengkonsumsi obat tertentu 
  • memasang alat penyaring pada AC 
  • melarang hewan peliharaan berkeliaran di dalam rumah 
  • berhenti mengkonsumsi makanan tertentu. 
Kadang penderita yang alergi terhadap bahan yang berhubungan dengan jenis pekerjaan tertentu, mungkin harus berganti pekerjaan. Penderita alergi musiman yang berat mungkin perlu mempertimbangkan untuk pindah ke suatu daerah yang tidak memiliki alergen tersebut. 

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari kontak dengan alergen:
  • Jika alergi terhadap debu rumah, sebaiknya jangan menggunakan mebel, karpet dan tirai yang sifatnya menampung debu
  • Membungkus kasur dan bantal dengan pelindung plastik
  • Menghisap debu sesering mungkin
  • Menggunakan AC untuk mengurangi kelembaban ruangan yang tinggi
  • Memasang penyaring udara yang sangat efisien. 
Beberapa alergi yang terbawa oleh udara tidak dapat dihindari, karena itu seringkali digunakan metode untuk menghalangi respon alergi dan penggunaan obat untuk meringankan gejala. 

E. Imunoterapi alergen 
Jika tidak dapat menghindari alergen, pilihan pengobatannya adalah imunoterapi alergen (suntikan alergi).  Dengan imunoterapi, sejumlah kecil alergen disuntikkan di bawah kulit dan dosisnya dinaikkan secara bertahap sampai tercapai dosis pemeliharaan. Pengobatan ini merangsang tubuh untuk menghasilkan antibodi penghalang atau antibodi penetralisir yang bertindak sebagai pencegah terjadinya reaksi alergi. Pada akhirnya kadar antibodi IgE dalam darah (sebagai antigen) juga turun. Imunoterapi harus dilakukan secara hati-hati karena pemberian alergen dosis tinggi yang terlalu cepat bisa menyebabkan terjadinya reaksi alerg. 

Imunoterapi paling sering digunakan untuk penderita alergi terhadap serbuk tanaman, partikel debu rumah, racun serangga dan bulu binatang. Imunoterapi tidak dianjurkan untuk dilaksanakan pada penderita alergi makanan karena resiko terjadinya anafilaksis (baca disini). Pada awalnya, pengobatan biasanya diberikan 1 kali/minggu, selanjutnya dosis pemeliharaan diberikan setiap 4-6 minggu. Prosedur ini sangat efektif jika dosis pemeliharaan diberikan sepanjang tahun. 

Setelah penyuntikan imunoterapi bisa terjadi reaksi yang merugikan seperti: 
  • bersin-bersin 
  • batuk 
  • kemerahan (flushing) 
  • kesemutan 
  • gatal-gatal 
  • rasa sesak di dada 
  • bunyi nafas mengi 
  • aligata. 
Jika timbul gejala yang ringan, bisa diberikan antihistamin (misalnya difenhidramin atau klorfeniramin). Jika gejalanya lebih berat bisa diberikan suntikan epinefrin (adrenalin). Antihistamin adalah obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengatasi alergi (tidak digunakan untuk mengatasi asma). Terdapat 2 macam reseptor histamin di dalam tubuh, yaitu histamin1 (H1) dan histamin2 (H2). Istilah antihistamin biasanya dipakai untuk obat-obat yang menghalangi reseptor H1 (perangsangan oleh histamin terhadap reseptor ini menyebabkan cedera pada jaringan target). Bloker H1 sebaiknya tidak dikacaukan dengan obat-obat yang menghalangi reseptor H2 (bloker H2) yang digunakan untuk mengobati ulkus peptikum dan heartburn. 

Efek dari reaksi alergi yang ringan tetapi cukup mengganggu penderitanya (seperti mata terasa gatal, hidung meler dan kulit terasa gatal) disebabkan oleh pelepasan histamin. Efek histamin lainnya yang lebih berbahaya adalah sesak nafas, tekanan darah rendah dan pembengkakan di tenggorokan yang dapat menghalangi jalannya udara. Semua antihistamin memiliki efek yang diinginkan yang sama, tetapi memiliki efek yang tidak diinginkan yang berbeda. Beberapa antihistamin memiliki efek sedatif (penenang) yang lebih kuat daripada yang lainnya. 

Kadang efek yang tidak diinginkan juga mendatangkan keuntungan. Beberapa antihistamin memiliki efek kolinergik yang menyebabkan kekeringan pada selaput lendir. Efek ini bisa dimanfaatkan kuntuk meringankan hidung meler akibat cuaca dingin. Beberapa antihistamin dijual bebas tanpa resep dokter dan ada yang dikombinasikan dengan dekongestan (obat untuk mengkerutkan pembuluh darah dan membantu melegakan hidung tersumbat). 

Kebanyakan antihistamin menyebabkan ngantuk. Efek sedatif yang kuat dari antihistamin menyebabkan obat ini banyak ditemukan sebagai bahan aktif dalam berbagai obat tidur yang dijual bebas. Antihistamin juga sebagian besar memiliki efek antikolinergik yang kuat, yang bisa menyebabkan linglung, pusing, mulut kering, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan kabur. Tetapi kebanyakan orang yang menggunakan antihistamin tidak mengalami efek tersebut. 

Rasa ngantuk dan efek samping lainnya juga dapat diminimalisasi dengan cara mengawali pemakaian antihistamin dalam dosis rendah dan secara bertahap menambah dosisnya sampai dicapai dosis yang efektif mengendalikan gejala. Saat ini juga tersedia antihistamin non-sedatif (tidak menimbulkan rasa kantuk), seperti astemizol, setirizin, loratadin dan feksofenadin. 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp