Thursday, October 14, 2010

Book 'Saraswati Si Gadis Sunyi"


Browse » Home » » Book 'Saraswati Si Gadis Sunyi"

Kisah ini diawali dengan menceritakan latar belakang kehidupan keluarga seorang gadis yang mengalami kecacatan sejak lahir. Karena musibah yang menimpa keluarganya menyebabkan ia menjadi hidup sebatang kara. Seluruh keluarganya tewas akibat kecelakaan lalulintas. Mobil yang ditumpangi keluarganya masuk jurang karena dihadang pemberontak. Sementara ia (si gadis) pada waktu itu tidak ikut karena ia sakit bersama pembantunya. Kabar kematian keluarganya baru diketahui beberapa hari kemudian, itu pun dari pamannya, setelah pamannya menerangkan dengan susah payah karena si gadis sulit mengerti karena ia bisu tuli.

Semenjak anggota keluarga yang dicintainya telah tiada, ia mengalami kesedihan yang tiada tara, ia selalu terkenang akan saat-saat keluarganya masih ada. Sungguh adanya keanehan perasaan yang dialami ketika merenungi semua yang pernah ia alami beserta saudara-saudaranya. Tampak jelas kasih sayangnya kepada si gadis. Sayang, mereka telah tiada.

Ia masih ingat hanya satu hal yang tidak diberikan ayahnya. Ia tidak disekolahkan ayahnya seperti saudara-saudaranya karena waktu itu belum ada sekolah untuk orang bisu tuli. Sebelum kejadian yang menimpa keluarganya, si gadis termasuk keluarga yang cukup berada pada waktu itu. Ayahnya bekerja di pemerintahan dengan kedudukan tinggi dengan selalu membawa mobil dinas dengan penghasilan yang memadai.

Dengan terjadinya musibah bisu dan tulinya itu, ia harus rela mengikuti keputusan keluarga yang lain. Ia harus kembali ke Padang Panjang meninggalkan kota Jakarta yang telah memberi tempat cinta kasih sayang keluarganya.

Ia dijemput oleh pamannya yang bernama paman Angah. Di atas kapal yang menuju ke Padang Panjang, ia mendapatkan pengalaman yang menyakitkan. Di geladak kapal rupanya ada pula penumpang  bisu yang menjadi bahan cemoohan penumpang lain. Karena melihat tingkah dan gerak-geriknya yang menjadi bahan tertawaan. Bahkan orang bisu itu melecehkan si gadis. Ia menangis karena nasibnya telah dimalangkan oleh lingkungannya. Pengalaman di kapal telah membangkitkan keinginan untuk menjadi orang bisu tuli yang hebat.
Tibalah di rumah Angah. Keluarga Angah terdiri dari empat orang yaitu istrinya, Busro serta adiknya Bisri. Mereka menyambut kedatangan si gadis dengan ramah begitu juga tetangganya.

Mulailah ia menyesuaikan diri dengan keluarga Angah. Mula-mula untuk mengisi waktu dengan cara ikut menggembalakan itik. Namun cobaan pertama datang dari anak kecil yang suka mengganggu bila bertemu menggembalakan itik. Mereka kadang-kadang melempari si gadis bahkan sampai berdarah. Namun karena kesulitan untuk melaporkan, kejadian yang sebenarnya ia pendam sendiri. Suatu ketika ia diganggu kembali oleh anak-anak sampai kepalanya berdarah dan jatuh pingsan, ingat-ingat ia sudah ada di rumah serta banyak orang menungguinya.

Setelah kejadian yang menimpanya, anak-anak yang biasa mengganggu menjadi tidak mengganggu lagi. Namun tugas si gadis bertambah berat. Ia harus menggembalakan kambing karena Busro membeli beberapa ekor kambing. Hari demi hari dilalui dengan kegiatan itu-itu juga tanpa perkembangan yang berarti. Namun suatu hari si gadis harus menerima kembali ujian berikutnya. Ia harus menempati kamar belakang yang tidak layak untuk dihuni.
Pada suatu malam timbullah perasaan duka melanda sanubarinya, yang menyebabkan timbulnya kekesalan, merasa diperlakukan tidak adil oleh keluarga Angah. Ia memprotes ketidakadilan dengan menggedor pintu serta berteriak. Apa hendak dikata, sekalipun Busro menjelaskan segala sesuatunya, sulit untuk saling mengerti karena keadaan bisu tersebut. Tidak ada alat yang dapat memudahkan saling mengerti.

Keesokan harinya, ia berontak dengan cara membiarkan itik-itiknya yang harus diberi makan.Tak peduli kambing-kambingnya kelaparan. Ia lari sejauh-jauhnya karena merasa dirinya diperlakukan tidak adil. Namun kejadian itu diketahui oleh Busro yang tidak tega melihat penderitaan si gadis dengan cara memberikan pengertian yang dalam bahwa ia sekeluarga sangat sayang. Namun dia tidak tahu apa yang harus diberikan padanya sebagai pengisi waktunya.

Terjadilah perubahan setelah ia berontak. Ia tidak disuruh lagi menggembalakan ternaknya, namun diikutsertakan belajar menjahit, menyulam, dan merenda pada Umi Ros. Meskipun mengalami berbagai kesulitan, berkat kesabaran dan ketekunan, ia berhasil. Mula-mula ia membuat sapu tangan untuk Busro dan Bisri meskipun ketika membuatnya ada tumbuhnya perasaan kepada Busro karena begitu perhatian dan kasih sayangnya.

Si gadis mempunyai keinginan untuk belajar membaca, tetapi ia tidak tahu orang yang bisa mengajarinya. Ketika ia ingin sekali memahami bacaan dari sebuah buku, datanglah Busro. Dengan susah payah Busro mengajarkan mengenalkan huruf-huruf yang ada dalam buku tersebut. Begitu juga Bisri ikut membantu mengenalkan huruf serta menuliskan nama si gadis yaitu Saraswati.

Keesokan harinya Saraswati dibawa kepada seorang guru untuk belajar membaca, berbicara, dengan mengeluarkan bunyi dari mulut ditambah lagi malamnya Busro mengajarkan kembali dengan tekun. Saraswati telah mampu mengucapkan beberapa kata yang dapat dipahami orang lain. Keluarganya di Jakarta mengirimkan uang yang cukup banyak hasil penjualan barang peninggalan orang tuanya. Dari uang itu ia dapat membeli mesin jahit serta memperbaiki kamarnya. Ia dapat menjahit, mempermak pakaian, bahkan dapat membantu kesukaran orang lain dengan hasil usahanya sendiri. Ia telah dapat membuatkan pakaian anak tetangga yang miskin serta dapat menambah penghasilan sehari-hari dari hasil jahitannya.

Dalam kisah lain, Bisri menjadi tentara serta memberi harapan yang dalam kepada Saraswati. Sebelum berangkat kembali untuk mengikuti latihan militer selanjutnya, Bisri mengucapkan cinta yang tulus pada diri Saraswati. Cinta yang tulus bersemi pula pada diri Saraswati. Setiap bulan Bisri menyempatkan pulang untuk menemui keluarga dan Saraswati. Namun bulan berikutnya, ketikka Saraswati sudah berdandan secara khusus untuk menyambut kedatangan Bisri, Bisri tidak pulang. Peristiwa itu membuat Saraswati kecewa dan menangis. Saraswati jatuh sakit ketika mendengar bahwa Bisri ikut perang.

Untuk menghibur Saraswati, Busro mengajak nonton ke bioskop. Namun tetap saja Saraswati tidak merasa terhibur. Bahkan setelah menonton, ia jatuh sakit lagi. Saraswati sering melamun. Ia tidak ingin lagi belajar apalagi menjahit. Akhirnya Busro membawa Saraswati ke dokter, namun obat obat yang diberikannya tidak dijamah.

Pada suatu hari, dengan tidak diduga sebelumnya, Bisri datang menemui serta menumpahkan rasa cintanya kepada Saraswati. Betapa bahagianya Saraswati. Sayangnya Bisri tidak lama. Sore harinya pergi lagi dan memberi harapan yang dalam kepada Saraswati sehingga ia tidak berduka lagi. Tetapi berbeda dengan keluarga Angah sekarang mereka berduka karena Bisri akan pergi berperang.

Tak lama kemudian suasana di kota tempat Saraswati tinggal terjadi kekacauan. Sejak itu banyak sekali hal-hal yang tidak sedap untuk dilihat. Banyak orang-orang kampung dipukuli sampai babak belur. Begitu juga yang dialami oleh Angah dan Busro. Mereka sempat dipukuli tentara. Berbagai pertanyaan muncul dalam diri Saraswati berkenaan dengan kekejaman yang dilakukan oleh tentara yang memasuki kampung halamannya. Ia selalu membandingkan tentara itu dengan Bisri, samakah Bisri dengan mereka? Tetapi ia sulit bertanya dengan keterbatasannya berbicara.

Pada suatu hari datanglah seorang perempuan menemui Angah. Namun tidak diketahui maksud dan tujuan perempuan itu. Keesokan harinya Angah mengajak ia pergi saat pagi masih gelap. Ternyata Saraswati akan dipertemukan dengan Bisri dengan berjalan kaki menelusuri satu desa ke desa yang lain. Saraswati baru tahu yang berperang di masa itu adalah tentara PRRI dengan tentara pemerintah.

Setelah menuruni dan mendaki beberapa bukit, tiba-tiba terdengar letusan senapan. Ternyata salah satu peluru ada yang nyasar mengenai Angah menyebabkan ia tewas. Alangkah sedihnya Saraswati, orang yang selama ini melindunginya telah tiada. Saraswati mengikuti rombongan pengungsi untuk mencari Bisri dengan berbagai penderitaan yang dialaminya. Hari-hari dilaluinya dengan kerinduan kepada Bisri, tetapi ia kadang-kadang teringat akan Busro di kampung.

Suatu hari Saraswati berkenalan dengan Tati yang juga pengungsi. Pada saat itu. ia dikenalkan dengan ayah Tati. Mulai saat itu Saraswati belajar kembali membaca dan menulis dengan ayah Tati. Dengan menyibukkan diri, kekesalan menanti mulai terobati. Namun suatu hari Tati lari ke halaman dengan wajah yang riang serta berpegangan tangan dengan seorang pemuda, ternyata Bisri yang ia cari-cari. Hati Saraswati hancur. Bahkan ketika Tati dan Bisri mendekatinya, ia lari sejauh mungkin karena  merasa dikhianati oleh Bisri. Begitu juga menjadi benci kepada Tati yang telah merebut kekasihnya.

Saraswati terus berlari membawa luka dan duka sampai ia tidak sadar dalam alam luas antara bumi dan langit. Kini ia benar-benar merasa sendiri, terpencil entah di mana dan tidak tahu mau ke mana. Karena putus asa, ia rela mati di hutan belantara itu asal tidak jumpa dengan Bisri dan Tati.

Saraswati berkelana di hutan dengan berbagai penderitaan yang dialaminya. Ketika menelusuri tebing dan bukit ia tergelincir. Terkapar tak berdaya, haus ,lapar dan nyeri seluruh tubuhnya sampai tak sadarkan diri. Namun jiwa Saraswati masih dapat tertolong berkat bantuan penduduk sekitar hutan yang menemukannya. Orang yang menolongnya ingin mengetahui tentang diri Saraswati. Begitu juga Saraswati ingin menyatakan siapa dirinya dan bagaimana bisa sampai ke tempat mereka. Tetapi keinginan seorang bisu tuli untuk berbicara hanya tinggal keinginan saja. Setelah sembuh ia bangkit kembali. Ia ingin menunjukkan kepada siapa saja bahwa ia bisa hidup lebih berarti. Ia ingin membuktikan hal itu kepada semuanya.

Pada suatu pagi, ketika beberapa orang sedang minum kopi dan ubi rebus, terdengar suara rentetan senapan. Semua orang berhamburan keluar. Ketika itu Saraswati sedang berada di dapur bersama perempuan yang menolongnya.Tetapi belum sempat keduanya berlari, perempuan itu tertembak dan mati. Saraswati dihantam kepalanya sampai jatuh oleh tentara yang menyerang kampung itu. Tetapi Saraswati masih dapat meloloskan diri. Sambil berjalan, Saraswati melihat mayat bergelimpangan. Ia meninggalkan tempat itu untuk mencari perlindungan. Di tengah perjalanan ia bertemu Busro. Betapa bahagianya Saraswati.

Busro dan Saraswati ditahan sekembali dari pedalaman. Saraswati atas usaha Kapten Hendro dibawa ke Pusat Rehabilitasi Dr. Suharso di Solo untuk belajar membaca dan menulis. Sementara Busro tetap di Padang Panjang. Selama hidup dalam peperangan, Saraswati mengalami berbagai penderitaan, lebih-lebih hatinya merasa begitu perih ketika cinta pertamanya dikhianati.

Di Solo, kemahiran menulisnya diperlancar oleh keasyikan saling berkirim surat kepada Busro. Yang menarik dalam surat menyuratnya adalah tentang kegiatannya dan keadaan kota Padang Panjang terutama tentang orang-orang yang ia kenal, sehingga Saraswati  merasa senang berada di sana. Memang banyak kesibukannya, di samping belajar membaca dan menulis, ia juga belajar berbagai mode pakaian perempuan.

Ketika Busro mengirimkan surat, mata Saraswati terpusat pada kalimat yang bergaris, “Sekarang usahaku dapat menghidupi lima sampai delapan orang”. Ia tersentak, Saraswati memahami maksudnya bahwa Busro telah siap hidup bersamanya. Kemudian Saraswati menelegram Busro dengan kalimat “Busro, aku mau pulang”. Enam hari kemudian tiba telegram balasan yang isinya “Tunggu, aku akan jemput kau"


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp