Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 2,57 juta,
dari 35,10 juta pada Maret 2005 menjadi 32,53 juta pada Maret tahun 2009.
Sedangkan angka kemiskinan, turun dari 15,97 persen menjadi 14,15 persen.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata‐rata pengeluaran
per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Selain dibedakan atas dasar
perdesaan dan perkotaan, dalam prakteknya, penghitungan GK dibedakan pula
untuk masing‐masing propinsi. GK nasional sebesar Rp.200.262 per kapita per
bulan pada Maret 2009 adalah bersifat indikatif, bukan untuk menjadi ukuran
praktis seseorang tergolong miskin atau tidak. Penentuannya adalah dengan
angka GK pada provinsi dan wilayah perdesaan atau perkotaan di mana penduduk
bersangkutan berdomisili.
Selama periode Maret 2008‐Maret 2009, GK naik sebesar 9,65 persen.
Kecenderungan GK untuk naik secara signifikan juga terjadi pada tahun‐tahun
sebelumnya, Sebagaimana yang dikatakan BPS, salah satu penyebab utama dari
perubahannya adalah kenaikan harga‐harga (inflasi).
Perubahan GK setiap tahunnya terlihat lebih tinggi daripada angka inflasi
umum. Mengingat perhitungan GK oleh BPS adalah berasal dari data SUSENAS,
maka bisa dikatakan bahwa kenaikan harga‐harga yang dialami (dikonsumsi) oleh
penduduk miskin adalah lebih tinggi daripada yang dirasakan secara rata‐rata
oleh seluruh penduduk. Akan tetapi, perbedaan besaran antara keduanya belum
memperlihatkan pola tertentu.
Perkembangan PDB per kapita, nominal PDB dibagi dengan jumlah
penduduk, selalu mengalami pertumbuhan dengan persentase yang cukup tinggi.
Hal ini kerap dianggap mencerminkan perbaikan tingkat pendapatan masyarakat
dalam suatu negara. Jika pertumbuhan PDB per kapita cukup tinggi dan jauh
melampaui kenaikan garis kemiskinan, maka bisa diharapkan jumlah penduduk
miskin akan berkurang secara amat signifikan. Peningkatan pendapatan rata‐rata
penduduk semestinya tercermin pula dalam kenaikan rata‐rata pengeluarannya,
sehingga mereka tidak tergolong penduduk miskin. Namun, data tahun 2005‐2009
tidak mendukung sepenuhnya atas penalaran semacam ini.
Penjelasannya mungkin harus diteliti lebih jauh pada soal ketimpangan
pendapatan antar penduduk. Sekalipun terjadi pemerataan pengeluaran diantara
kaum miskin (turunnya indeks keparahan), namun tidak bisa dipastikan
ketimpangan pendapatan dengan penduduk yang kaya.
Berbagai wacana ilmiah mutakhir, termasuk penelitian kemiskinan oleh
Bank Dunia, selalu merekomendasikan perlunya pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi di Indonesia agar masalah kemiskinan bisa teratasi. Akan tetapi
untuk periode 2005‐2009, pola hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
pengurangan jumlah penduduk miskin tampaknya juga tidak kuat.
Bagaimanapun, jumlah penduduk miskin dan angka kemiskinan berhasil
diturunkan selama era Pemerintahan SBY‐JK. Kelompok penduduk termiskin secara
umum mengalami perbaikan, diindikasikan oleh semakin mendekatnya mereka
dengan garis kemiskinan. Sejalan dengan itu, ketimpangan antar penduduk miskin
juga berkurang atau membaik. Selain karena relatif terkendalinya inflasi,
diperkirakan berbagai kebijakan anti kemiskinan memang memperlihatkan hasil
yang cukup memadai.
Permasalahan yang masih menonjol adalah masih rentannya mereka yang
tergolong tidak miskin untuk kembali jatuh miskin, jika ada goncangan ekonomi
dan atau melemahnya kemampuan Pemerintah untuk menjalankan kebijakan
populis anti kemiskinan semisal BLT dan PNPM. Begitu pula dengan mereka yang
masih miskin bisa dengan mudah menjadi lebih miskin atau semakin menjauh dari
garis kemiskinan.
Selain mempertahankan dan memperbaiki kebijakan kemiskinan yang
ada, fokus kebijakan berikut menurut BRIGHT adalah meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi. Yang perlu segera didorong adalah sektor‐sektor yang
terkait langsung dengan kebanyakan pendudukan miskin dan nyaris miskin,
semisal pertanian rakyat dan industri kecil. Pada akhirnya, kemampuan
berproduksi dan memperoleh pendapatan secara berkesinambungan akan lebih
bisa diandalkan daripada program Pemerintah yang bersifat charity semata.
Lalu bagaimana sebenarnya konndisi kemiskinan Indonesia?? Simak dalam buku "Misteri Penurunan Angka Kemiskinan" ini hasil analisis dari Awalil Rizky dan Nasyith Majidi.
0 comments:
Post a Comment