Friday, March 18, 2011

Book "Dibalik Surplus Bank Indonesia"


Browse » Home » » Book "Dibalik Surplus Bank Indonesia"

Laporan Keuangan Bank Indonesia selama enam tahun (2003‐2008) memperoleh Pendapat “Wajar Tanpa Pengecualian” dari BPK. Selama kurun itu, diperoleh surplus sebanyak lima kali, yaitu: Rp1.479 miliar (2003), Rp675 miliar (2004), Rp16.159 miliar (2005), Rp31.009 miliar(2006), Rp17.249 miliar (2008). Dan defisit sebesar Rp1.479 miliar pada tahun 2007.

Sebagian surplus tahun 2003 dan 2006 disumbang oleh penerimaan luar biasa berkenaan dengan tagihan kepada Pemerintah. Tagihan itu sendiri terjadi terutama akibat krisis perbankan dan upaya pemulihannya, termasuk BLBI. Jika tidak diperhitungkan maka dialami defisit pada kedua tahun tersebut.

Pos penerimaan bersesuaian dengan tugas BI, yaitu: Pengelolaan Moneter, Pengelolaan Sistem Pembayaran, Pengawasan Perbankan, ditambah dengan pos lainnya. Diluar pos penerimaan luar biasa, porsi penerimaan pengelolaan moneter selalu amat dominan, mencapai Rp 44,73 triliun atau 98,68 persen dari penerimaan total pada tahun 2008.

Penerimaan pengelolaan moneter diperoleh dari pengelolaan devisa, kegiatan pasar uang, serta pemberian kredit dan pembiayaan. Porsi pengelolaan devisa selalu menjadi yang terbesar, tahun 2008 mencapai Rp40,20 triliun, yang terdiri atas: bunga sektor valas Rp20,68 triliun; provisi sektor valas Rp1,86 triliun; dan penerimaan valas lainnya Rp19,52 triliun.

Penerimaan pengelolaan devisa mengalami peningkatan signifikan jika kurs rupiah semakin fluktuatif, baik menguat ataupun melemah. Dengan catatan, frekuensi dan nilai transaksi devisa berlangsung secara normal, apalagi jika meningkat. Secara lebih khusus, dampaknya dicerminkan oleh penerimaan selisih kurs sebagaimana terlihat pada tahun 2008 dan 2005.

Sementara itu, penerimaan dari pengelolaan sistem pembayaran hanya sebesar Rp168,97 miliar, berasal dari jasa penyelenggaraan kliring dan jasa pengelolaan rekening. Sedangkan penerimaan pengawasan perbankan hanya sebesar Rp180,54 miliar. Kedua kelompok penerimaan tersebut bahkan lebih kecil pada tahun‐ tahun sebelumnya.

Dalam melaksanakan tugasnya, BI membayar pengeluaran yang dicatat sebagai beban. Beban operasi pasar terbuka mencapai Rp20,84 triliun atau 74,20 persen dari total beban pada tahun 2008. Termasuk di dalamnya adalah beban diskonto SBI dan FASBI sebesar Rp19,93 triliun. Sementara itu, pengelolaan devisa yang menghasilkan penerimaan terbesar hanya memberi beban yang amat kecil, sebesar Rp36,31 miliar. Sudah termasuk beban pelaksanaan operasional cadangan devisa sebesar Rp31,09 miliar.

Terkait dengan kontoversi OJK, beban untuk pengaturan dan pengawasan perbankan tahun 2008 tercatat sebesar Rp158,20 miliar, lebih kecil dari penerimaan yang sebesar Rp168,97 miliar. Hal ini adalah pertama kalinya selama beberapa tahun terakhir. Biasanya pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Kecenderungan defisit dalam pelaksanaan tugas ini perlu diperhitungkan, mengingat belum diperhitungkan pula beban SDM dan logistik.

Beban SDM Bank Indonesia tahun 2008 adalah Rp 3,23 triliun, termasuk gaji dan insentif bagi Dewan Gubernur, beserta pegawai sebanyak 6.091 orang. Jika dirata‐rata maka setiap orang memperoleh Rp 531,26 juta per tahun atau Rp 44,27 juta per bulan. Sebagian cukup besarnya bertugas dalam pengaturan dan pengawasan perbankan. Dengan sendirinya ada pengeluaran terkait yang selama ini tercakup dalam beban untuk kantor pusat dan 41 kantor BI.

Aspek keuangan ini perlu dihitung jika OJK dipisahkan dari BI, apalagi bila ingin dianggarkan dalam APBN sebagai suatu lembaga atau bagian dari departemen. Sepintas, keuangan BI akan diuntungkan. Namun permasalahannya menjadi lebih kompleks jika penerimaan lainnya secara tidak langsung akan terpengaruh akibat berkurangnya ”kekuasaan” BI.

Wacana mengubah sebagian surat utang pemerintah (dan obligasi negara) sebagai bagian terbesar dari tagihan kepada Pemerintah juga akan berimplikasi besar pada keuangan BI dan Pemerintah sendiri. Kesepakatan kedua belah pihak, yang juga diketahui oleh DPR, sejauh ini cukup mengedepankan pertimbangan beban bagi APBN. Jika ada pihak lain lagi, maka akan ada kepentingan yang lebih sulit dikompromikan.

Bagaimana analisis selanjutnya yang dilakukan oleh Nasyith Majidi dan Awalil Rizky, mengenai Surplus Bank Indonesia, silahkan download dan baca buku ini.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp