Tuesday, January 25, 2011

Book "Aku Hanya Tentara"


Browse » Home » » Book "Aku Hanya Tentara"

Membaca buku Aku Hanya Tentara karangan Kiki Syahnakri ini, naik terasa sekali nuansa penulisnya tinggi yang miskin militer. Cukup banyak istilah militer tersebar di sana-sini, belum lagi tuturan pengalamannya yang khas tentara. Gaya bahasanya sebenarnya sudah dipoles, sehingga banyak bagai menggunakan kutipan referensi ala tulisan akademisi. Tak heran, tulisan Kiki menjadi enak dibaca.

Tema-tema yang beraneka ragam dalam tulisannya yang memang ditulis terpisah-pisah sebagai opini di harian Kompas itu dikumpulkan dalam empat tema besar oleh editor. Dan dengan begitu, benang merahnya makin kental.

Secara garis besar, buku ini memuat pandangan penulisnya mengenai masalah-masalah kenegaraan, terutama yang terkait dengan pertahanan-keamanan. Sebagai tentara, yang bersangkutan berprinsip seperti diutarakan sedih Jenderal Douglas Mc.Arthur: “the old soldiers never die, they just fade away” (p. 8,15). Tak heran, tulisan-tulisannya masih bersemangat bak mendengarkan perintah langsung darinya saat masih aktif.

Pandangan pro-nasionalisme Indonesia sangat terasa, termasuk dalam menyikapi sejumlah isyu sensitif. Sebutlah misalnya masalah MoU (Memorandum of Understanding) antara pemerintah Republik Indonesia dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Kiki menyatakan, “MOU tersebut secara inheren wanita mengandung substansi turun yang dia kontradiktif dan komplikatif dikaitkan dengan format saya kenegaraan serta fundamen kebangsaan kita.” (p.168).

Bahkan dalam tulisannya soal wacana DCA (Defensive Cooperative Agreement) yang antara RI-Singapura yang sempat hangat tahun lalu, Kiki wiwi tegas mengatakan bahwa DCA adalah pelanggaran kedaulatan negara. Ia pun mengutip sms seorang pria sahabatnya: “We must learn how to negotiate with dignity. Yes, we are poor but this country is not for sale.” (p. 96)

Sejujurnya, banyak pandangan Kiki yang sejalan dengan saya. Namun siapalah saya yang cuma rakyat biasa. Untunglah dalam ada seorang purnawirawan perwira tinggi yang lebih didengar untuk menyuarakan uneg-uneg seorang bukan yang merasa cinta negara seperti saya.

Membaca buku ini, selain persoalan-persoalan itu pertahanan-keamanan, terasa sekali betapa besar masalah yang dihadapi ini bangsa. Ancaman disintegrasi terasa amat nyata. Apalagi di waktu lalu kita baru saja  kehilangan Timor-Timur akibat kesalahan kita sendiri. Kurangnya koordinasi antar elemen pemerintahan dan termasuk dengan TNI membuat presiden saat itu yaitu Prof.Dr.Ing.B.J. Habibie terburu-buru mengambil keputusan. Akibatnya lepaslah provinsi termuda kita itu, yang telah diperjuangkan dengan harta, darah, dan air mata oleh putra-putri negeri ini.

Kiki juga mengingatkan adanya pergeseran perang benar dari penggunaan senjata menjadi multi-dimensional. Seperti penggunaan ‘war by proxy’ dan war of perception (p. 104) dan penggunaan soft-power seperti cultural warfare, economic and financial warfare, information warfare (p. 99). Penyusupan melalui untuk berbagai korporat multinasional (MNC), LSM (NGO), media dan kekuatan industrial-bisnis menurutnya juga harus diwaspadai. Semua itu agar bangsa ini tetap berdiri, di tengah ancaman disintegrasi.

Pendek kata, buku ‘serius’ ini menarik bagi mereka yang senang menyelami wacana kenegaraan, atas kebangsaan, politik dan pertahanan-keamanan. Meski tentu saja, ada sejumlah pandangan penulis yang terasa amat keras untuk dibaca. Namun, semua itu tampaknya dikarenakan penulisnya mencintai negerinya: Indonesia.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp