Friday, October 22, 2010

Dulu Kunyit Direbut Jerman, Sekarang Temulawak Dipatenkan AS!


Browse » Home » » Dulu Kunyit Direbut Jerman, Sekarang Temulawak Dipatenkan AS!


Temulawak yang bernama latin Curcuma xanthorrhiza selama ini dikenal sebahai anti inflamasi, anti hepatotosik, anti radang, obat empedu, sembelit, wasir, diare, juga kanker. Bahkan ada obat untuk kanker produksi luar negeri yang menggunakan bahan temulawak asal Indonesia. Meski demikian, masih banyak kalangan dalam negeri yang tidak mengetahui hal itu. 

Zat aktif temulawak untuk obat lever, antikanker, serta jantung dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat. Temulawak merupakan jenis tanaman asli Indonesia dan jika dijadikan sebagai zat aktif obat-obatan komersial, semestinya diatur pembagian manfaatnya.

”Ini bagian dari biopiracy (pembajakan sumber daya genetik) yang semestinya diatur benefit sharing atau pembagian manfaatnya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranata, pada Konferensi Internasional Tanaman Obat-obatan yang diselenggarakan 19-21 Oktober 2010 di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta. (kompas.com)

Ketiga obat herbal dari zat aktif temulawak (Curcuma xanthorrhiza) itu sejak dua atau tiga tahun terakhir diproduksi perusahaan obat di Indonesia dan sudah beredar di pasaran. Perusahaan itu pun terikat pendaftaran paten dari Amerika Serikat.

”Harga obat-obatan herbal itu sekarang 1.000 kali lipat lebih mahal daripada obat dengan bahan mentah yang sama yang sebenarnya sejak lama juga diproduksi di dalam negeri,” kata Hardhi.

Obat herbal yang diproduksi negara-negara lain dengan bahan mentah dari Indonesia telah menunjukkan naiknya kecenderungan minat masyarakat dunia terhadap obat herbal, tetapi Indonesia tidak siap melindungi sumber daya genetiknya. Tren pengobatan kembali kepada alam mulai diminati dan sebanyak 12 rumah sakit pun berhasil didorong supaya membuka klinik jam. Ke-12 rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Umum Sanglah, Bali; RS Kanker Dharmais, Jakarta; RS Persahabatan, Jakarta; dan RS Dr Soetomo, Surabaya, Kemudian RS Wahidin, Makassar; RS Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta; RS Pirngadi, Medan; RS Syaiful Anwar, Malang; RS Dr Suharso, Solo; RS Dr Sardjito, Yogyakarta; RS Suraji, Klaten; dan RS Kandau, Manado.

Saintifikasi jamu
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional pada Kementerian Kesehatan Indah Yuning Prapti mengatakan, saat ini masih ditempuh program saintifikasi jamu untuk memberikan bukti-bukti ilmiah terhadap isi atau kandungan jamu. Saintifikasi ini berkaitan dengan pemberian standar jamu kepada pasien, tetapi sekaligus pencapaian standar bahan-bahan herbal yang digunakan. Saat ini beredar sekitar 3.000 produk obat herbal di Indonesia. Menurut Indah, hanya sebagian kecil saja yang sudah teruji secara klinis melalui uji coba pada manusia dan dinyatakan sebagai fitofarmaka. (vivanews.com)

Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Listyani Wijayanti mengatakan, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya menyatakan sebanyak lima jenis obat herbal sebagai fitofarmaka, yaitu obat-obatan herbal untuk imunomodulator atau kekebalan tubuh, hipertensi, rematik, diare, dan stamina khusus pria.

Hardhi mengatakan, pada 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan supaya jamu digunakan untuk mengobati pasien oleh para dokter. Namun, harus diakui adanya kesulitan standar bagi dokter untuk meresepkan obat-obat herbal tersebut. Proses saintifikasi jamu, menurut Hardhi, sekarang ini sangat menunjang tiga prinsip penyembuhan pasien, yaitu tepat dosis, tepat waktu, dan tepat pasien. Saintifikasi jamu mendukung pemanfaatan jamu tidak hanya preventif atau pencegahan saja, tetapi juga bisa untuk kuratif atau penyembuhan.

Produksi jamu masih sering menghadapi persoalan kesinambungan bahan baku. Namun, sebagian petani produsen bahan baku jamu justru kerap mengeluhkan, bahan-bahan yang diproduksi tidak selalu terserap pasar.

faikshare.com say:
Sekali lagi kita menjadi bahan lawakan negara lain...
Sekali lagi kekayaan kita diembat asing..
Sekali lagi bangsa ini tak pernah belajar untuk menghargai kekayaan negeri.. 
Sekali lagi kebiasaan buruk di republik ini "dipelihara".  Kalau belum dilirik oleh bangsa lain seolah-olah dibiarkan tdan tidak diperdulikan tapi kalau sudah dilirik atau diperhatikan oleh bangsa lain baru heboh mengklaim balik kalau itu milik indonesia
Kalau udah gini, gimana nasib ribuan pembuat yang memproduksi jamu temulawak sejak zaman purbakala??" Sekali lagi kita hanya bisa mengelus dada

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Posts:


Or

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik tombol subscribe di bawah untuk berlangganan gratis, dengan begitu Anda akan mendapat artikel terbaru via email dari www.faikshare.com


0 comments:

Blog Award

 

FaiK Share. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution of FaiK theme by FaiK MuLaCheLLa | Distributed by Blogger Templates Blog Corp